Selasa, 15 Juni 2010

The Only Exception

When I was younger
I saw my daddy cry
And curse at the wind
He broke his own heart
And I watched
As he tried to reassemble it

And my momma swore that
She would never let herself forget
And that was the day that I promised
I'd never sing of love
If it does not exist

But darling,
You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception

Maybe I know, somewhere
Deep in my soul
That love never lasts
And we've got to find other ways
To make it alone
Keep a straight face

And I've always lived like this
Keeping a comfortable, distance
And up until now
I had sworn to myself that I'm
Content with loneliness

Because none of it was ever worth the risk

Well, You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception

I've got a tight grip on reality
But I can't
Let go of what's in front of me here
I know you're leaving
In the morning, when you wake up
Leave me with some kind of proof it's not a dream

Ohh..

You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception
You, are, the only exception

And I'm on my way to believing
Oh, And I'm on my way to believing..

Senin, 31 Mei 2010

Santriloka Perguruan Perusak Islam

Di sebuah padepokan di kelurahan Kranggan gang 5, Mojokerto, Jawa Timur, Ahmad Naf’an, kiai perguruan Santriloka berkomentar mengenai kitab suci umat Islam. Entah bersumber darimana atau dari siapa, tidak jelas. Tapi dia berani menilai al-Qur’an mengandung dualisme: benar sekaligus salah.

Surat al-Kafirun misalnya, dia nilai sesat, karena surat itu, “Bukan kalam Allah tapi suara orang Arab," katanya pada Rabu (28/10). Baginya surat yang berarti orang-orang kafir ini menyerukan perpecahan, bukan persatuan. "Bagaimana, kok bisa Tuhan Allah mengecam dan menyuruh orang agar memusuhi orang yang dianggap kafir," jelas Aan.

Bahasa al-Qur’an pun dia anggap salah. Al Qur’an asli bukan berbahasa Arab, melainkan bahasa Kawi, bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa Kuno. Al Qur’an berbahasa Arab dia nilai sebagai buatan orang Arab untuk menjajah Bangsa Indonesia, merusak Majapahit, Jawa dan Pancasila.

Siapakah yang bertanggungjawab terhadap kesalahan al Qur’an ini? “Apa nabi mau tanggungjawab,” tambah Aan yang seakan menantang Rasulullah, sang penerima wahyu Allah, sambil menunjuk al Qur’an yang ada di depan kakinya.

Tidak puas melecehkan al Qur’an, Gus Aan – begitu sapaannya –menggujat rukun Islam kelima, ibadah haji. Bukan sekedar menghapus kewajiban ibadah ini, dia dengan tegas-tegas meragukan melaksanakan ibadah ini sebagai perintah Allah. "Siapa yang menyuruh ke Makkah. Dulu banyak orang mati di Terowongan Mina. Begini kok katanya perintah Allah," kata Gus Aan berapi-api.

Dalam pandangannya, ibadah haji yang sesungguhnya tidak harus pergi ke Makkah dan sekitarnya. "Sudah dikatakan, kalau Allah itu dekat seperti urat nadi, kenapa umat Islam mengitari batu, dan mau dibodohi orang Arab," kata Gus Aan menambahkan.

Mengetahui komentar-komentar sesat Aan, Majelis Ulama Indonesia wilayah Jawa Timur tidak tinggal diam. Beberapa waktu sebelum Aan berceloteh seperti tadi, MUI sudah meminta bantuan polisi melacak keberadaan pengajian Ilmu Kalam Santriloka.

Sejak malam hari setelah Aan berkomentar tadi, padepokan tempat Aan menyebarkan ajaran aliran Santriloka tidak lagi dinyatakan sebagai Padepokan Santriloka. Atribut-atribut aliran ini pun disita.

Pagi dini hari sehari setelah berkomentar, Aan dibawa ke kantor Kepolisian Resort Kota Mojokerto, Jawa Timur. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi tindakan anarkis warga terhadap kelompok tersebut.

Setelah tujuh hari menginap di Mapolresta Mojokerto status pemimpin aliran Ilmu Kalam Santriloka, Mbah Aan berubah. Polisi menetapkan Mbah Aan sebagai tersangka pada sore 5 November lalu. Penetapan Mbah Aan itu dilakukan setelah polisi yakin bahwa Aan telah melakukan penodaan agama. Polisi mendapatkan bukti berupa VCD dan buku ajaran Santriloka yang dibuat Aan.

Kasat Reskrim Polresta Mojokerto, AKP I Gede Suartika mengungkapkan, penetapan tersangka dilakukan setelah pihaknya melakukan tindaklanjut atas laporan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Mojokerto atas nama Wahib Wahab.

Dari hasil penyelidikan dan keterangan dari beberapa saksi, polisi yakin jika Aan telah melakukan penodaan terhadap agama, khususnya Islam. "Kami sudah memiliki bukti dan keterangan saksi yang meyakinkan," ungkap Suartika.

Penetapan tersangka juga berdasarkan pertimbangan surat dari Badan Koordinasi pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) Kota Mojokerto yang menyatakan jika ajaran Santriloka sesat. “Tersangka kami tahan di Mapolresta Mojokerto. Dan kasus ini akan kita tuntaskan," tukasnya.

Polisi menjerat Mbah Aan dengan pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan terhadap suatu agama. Dengan hukuman selama-lamanya lima tahun penjara.

Harus Dibubarkan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur dengan tegas menyatakan perguruan ini jelas sesat dan harus dibubarkan. Menurut penuturan ketua MUI Jatim, KH Abdushomad Buckhori, ajaran perguruan Santriloka jelas sesat karena bertentangan dengan Islam.

Harus dibubarkan karena melakukan penodaan agama. Jika pimpinan dan santri perguruan itu mengaku Islam harus diajak bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Atas kasus tersebut MUI Jatim akan melakukan tindakan sesuai standar untuk menghentikan ajaran yang keliru dan sudah banyak terjadi di Indonesia. Misalnya, menggunakan UU No 1 tahun 60 tentang Pranata Agama.

Pimpinan atau bupati diminta untuk melakukan tindakan persuasif, atau dengan ruju’ ilal haq. "Ada standar prosedur untuk melakukanya," ungkap Abdushomad.

MUI Pusat juga menyatakan bahwa ajaran Perguruan Santriloka menyimpang dan sesat. Pernyataan MUI ini didasarkan pada penjelasan yang diberikan pengasuh Perguruan Ilmu Kalam Santriloka, Aan. "Itu menyimpang dan pasti sesat," kata Ketua MUI Ma'ruf Amin.

Sehari setelah penangkapan Aan, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi MUI Jatim, Rachman Aziz, di Surabaya, Jumat, mengatakan, "Dari informasi yang kami dapatkan, ajaran tersebut menyimpang dari 10 pedoman pokok yang disepakati MUI seluruh Indonesia," katanya.

Dalam 10 pedoman pokok yang menjadi acuan MUI itu menyebutkan, ajaran Islam dinyatakan sesat, bila tidak percaya pada salah satu Rukun Iman dan Rukun Islam, tidak percaya pada Nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir, mempercayai adanya kitab terakhir selain al Qur’an, dan menghina nabi.

"Paham Santriloka jelas sesat karena tidak mempercayai Nabi Muhammad saw sebagai nabi yang terakhir," katanya. Selain itu, Santriloka juga meyakini adanya nabi terakhir setelah Nabi Muhammad SAW, yakni Siti Jenar dan Maulana Malik Ibrahim.

Selain itu, syarat masuk Islam tidak harus dengan bersyahadat, namun cukup dengan menggunakan bunga tertentu. Santriloka juga tidak mewajibkan pengikutnya berpuasa pada bulan kesembilan tahun Hijriah, namun dapat diganti pada tanggal 1-9 bulan pertama Hirjiah. Aliran dengan 700 pengikut ini juga tidak mewajibkan shalat lima waktu karena cukup diganti dengan kontak batin.

Sementara itu, Jamiyyah Ahlit-Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah atau perkumpulan tarekat NU cabang Mojokerto menilai Perguruan Santriloka yang aktif menggelar pengajian setiap malam Jumat Legi ini telah jauh melenceng dari ajaran Islam. Mereka mendesak pemerintah segera menutup dan membubarkan pengajian tersebut.

"Jelas sekali kalau melihat dari VCD yang ada, pengajian Santriloka jauh melenceng dari ajaran Islam dan sudah sesat," ungkap Ketua Umum Jamiyyah Ahlit-Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah Mojokerto, KH Fakih Utsman, seperti dilansir NU Online.

Kesesatan paham Santriloka juga ditegaskan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. Menurut Muhammadiyah kalau pernyataan itu bukan dari orang Islam, tidak masalah. Tapi jika dari orang yang mengaku Islam, itu artinya bukan cara-cara Islam. Karena pegangan umat Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits.

"Dengan cara lain dan tidak mengikuti sunnah rasul berarti bukan cara Islam. Islam tidak mengajarkan begitu," tandas Wakil Ketua PWM Jawa Timur, Nadjib Hamid.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf, menyatakan, aliran yang dikembangkan oleh Aan itu di luar syariat Islam sehingga sangat menyesatkan. "Ini sungguh menyesatkan. Tetapi kami mengimbau supaya pengikutnya disadarkan dengan cara-cara yang persuasif. Tidak perlu dengan kekerasan."

Dari : Sabili

Apakah Dajjal Masih Hidup ??..

APAKAH DAJJAL MASIH HIDUP ?


Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA


Apakah Dajjal itu sudah ada pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam? Sebelum menjawab kedua pertanyaan di atas, terlebih dahulu kita harus mengetahui keadaan Ibnu Shayyad, apakah dia itu Dajjal atau bukan?

Kalau Dajjal itu bukan Ibnu Shayyad, maka apakah dia telah ada sebelum ke-munculannya dengan membawa fitnah?

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, marilah kita mengenal Ibnu Shayyad terlebih dahulu.

IBNU SHAYYAD
Namanya: Shafi, dan ada yang mengatakan Abdullah bin Shayyad atau Shaid. la berasal dari kalangan Yahudi Madinah, ada yang mengatakan dari kalangan Anshar, dan dia masih kecil ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah.

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dia adalah Aslam, dan anaknya, "Amaroh, salah seorang pemuka tabi'in. Imam Malik dan lain-lainnya meriwayatkan hadits darinya. [An-Nihaya Fil Fitan 1: 128 dengan tahqiq DR. Thaha Zaini].

Adz-Dzahabi mengemukakan biodatanya dalam kitab beliau Asmaush-Shaha-bah. Beliau berkata, "Abdullah bin Shayyad dicatat oleh Ibnu Syahin [1] Beliau berkata, "Dia adalah Ibnu Shaaid. Ayahnya seorang Yahudi, lalu Abdullah dilahirkan dalam keadaan buta sebelah matanya dan sudah berkhitan. Dialah yang dikatakan orang sebagai Dajjal, lalu dia masuk Islam. Dan dia adalah orang tabi'i [2] [Tajridu Asmaish-Shahabah 1:319 nomor 3366 karya Al- Hafizh Adz-Dzahabi, terbitan Darul Ma'rifah. Beirut"]

Perkataan Adz-Dzahabi itu kemudian di kutip pula oleh Al-Hafizh Ibnu beliau berkata. "Dia adalah orang yang punya putera "Amaroh bin Abdullah bin Shayyad, termasuk orang pilihan kaum muslimin dan sahabat Sa'id bin Al- Musayyab. Imam Malik dan lain-lainnya meriwayatkan hadits dari beliau."

Kemudian Ibnu Hajar menyebutkan sejumlah hadits tentang Ibnu Shayyad sebagaimana akan kami kutip di sini lalu beliau berkata. "Secara garis besar. tidak artinya menyebut Ibnu Shayyad dalam kelompok sahabat. Sebab. kalau dia itu Dajjal, maka sudah barang tentu dia bukan sahabat, karena dia mati kafir; dan kalau Ibnu shayyad itu bukan Dajjal, maka ketika bertemu Nabi saw dia belum masuk Islam.” [Al-lshobah Fi Tamyizish-Shahabah, pada bagian keempat, dalam pembahasan tentang orang yang bernama "Abdullah", juz 3, halaman 133 karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, terbitan As-Sa'adah, Mesir, cetakan pertama. 1328 H.]

Tetapi jika ia masuk Islam setelah itu. maka ia adalah seorang Tabi'i yang pernah melihat Nabi saw sebagaimana dikatakan oleh Adz.-Dzahabi.

Dan di dalam kitabnya Tahdzibut Tahdzib, Ibnu Hajar mengidentifikasi Amarah Ibnu Shayyad dengan mengatakan, "Amaroh bin Abdullah bin Shayyad Al- Anshari Abu Ayyub Al-Madani, meriwayatkan hadits dari Jabir bin Abdullah dan Sa'id bin Al-Musayyab serta Atha' bin Yasar. sedang Adh-Dhahhak bin Utsman dan Imam Malik serta lain-lainnya meriwayatkan hadits dari Amaroj.

Ibnu Ma'in dan Nasai berkata. "Dia seorang kepercayaan." Abu Hatim berkata, " Dia seorang yang shalih haditsnya." Ibnu Sa'ad berkata. "Seorang kepercayaan. dan sedikit hadits yang diriwayatkannya. Dan Malik bin Anas tidak mengunggulkan seorang pun atas dia."

Mereka mengatakan, "Kami adalah putera-putera Usyaihab bin Najjar, lalu mereka terkenal dengan Bani Najjar. Mereka sekarang menjadi kawan setia (mengikat janji setia) dengan Bani Malik bin Najjar, dan tidak diketahui dari keturunan siapa mereka ini." [Tahdzibut-Tahdzib 7: 418, nomor 681]

IHWAL IBNU SHAYYAD
Ibnu Shayyad adalah seorang pembohong besar dan kadang-kadang melakukan praktek tukang tenung, maka adakalanya benar dan adakalanya dusta. Maka tersiarlah kabar di kalangan manusia bahwa dia adalah Dajjal, sebagaimana akan disebutkan dalam pengujian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadapnya.


[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]
_________
Foote Note
[1]. Beliau adalah Al-Hafizh Abu Hafsh Umar bin Ahmad bin Utsman bin Syahin Al-Baghdadi, seorang juru nasihat dan ahli tafsir, juga seorang penghafal hadits dan gudang ilmu. Beliau memiliki banyak karya tulis dan kebanyakan dalam bidang tafsir dan tarikh. Beliau wafat pada tahun 385 H. Semoga Allah merahmati beliau. Periksa riwayat hidup beliau dalam Suadzaraatudz-Dzahab 3:117 dan Al-A 'lam 5: 40 karya Az-Zarkali.
[2]. Yang pernah melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

Dakwah melalui internet,kenapa tidak?..

Internet adalah media yang memberikan informasi paling cepat saat ini. Perkembangan teknologi informasi ini bisa dimanfaatkan semua lapisan masyarakat, termasuk para santri. Sebagai salah satu ujung tombak syiar Islam, bukan suatu perbuatan dosa jika para santri mengambil informasi-informasi keislaman dari internet.

Melihat potensi tersebut, Telkom sengaja mengusung program Corporate Social Responsibility-nya (CSR) dengan memberikan pelatihan internet kepada para santri. Program yang bertajuk Santri Indigo ini merupakan buah kerjasama antara Telkom dan Harian Umum Republika. Santri Indigo ini dilakukan selama dua hari (30/11 – 1/12) di Pondok Pesantren Attaqwa, Bekasi. Pembukaan program Santri Indigo ini dihadiri GM Telkom Kandatel Bekasi, Teguh Prasetio, Redaksi Pelaksana Harian Umum Republika, Selamat Ginting, dan Pimpinan Pondok Pesantren Attaqwa, KH. Nurul Anwar.

"Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat harus dapat kita manfaatkan dengan optimal," demikian disampaikan Teguh Prasetio. Ia juga mengatakan, Santri Indigo telah berjalan sejak 2008 dengan jumlah peserta sebanyak 575 santri. Sementara itu Santri Indigo kali ini merupakan angkatan pertama tahun ke dua di Jawa Barat.

Ia berharap, kegiatan pelatihan internet ini dapat dimanfaatkan para santri dengan maksimal. Menurutnya, tujuan Santri Indigo adalah agar santri lebih megenal internet sebagi media dan sarana dakwah. “Dengan adanya teknologi informasi ini para santri juga bisa mendapatkan informasi yang lebih cepat,” ujarnya.

Internet bisa dimanfaatkan oleh siapa saja asalkan ia mau dan mampu mengakses layanan teknologi ini. Teguh mencontohkan bagaimana seorang cacat netra yang telah memanfaatkan teknologi informasi ini untuk mengaktualisasikan dirinya. Rencananya orang yang ia maksud akan mengisi salah satu rangkaian acara Santri Indigo pada hari kedua. Tamu tersebut akan berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang teknologi dunia maya ini meskipun ia mengalami keterbasan fisik. Teguh berharap, hadirnya tamu tersebut akan menginpirasi santri untuk mengikuti semangat dan kreativitas serta prestasi tamu tersebut.

“Dunia teknologi infomasi bergerak sangat fundamental dalam kehidupan dan perkembangannya terlebih lagi internet. Untuk itu mari kita sikapi dengan tepat agar dunia maya ini dapat memberikan manfaat seluas-luasnya dan kita dapat meminimalisasir dampak negatif yang ada. Mudah-mudahan apa yang kita harapkan ini dapat terwujud dengan adanya pelatihan ini,” imbuh GM Bekasi ini.

Sementara itu Selamat Ginting mengatakan, kegiatan ini memberikan pencerahan dan bekal pengetahuan kepada para santri dan pembimbingnya dalam dunia internet. “Selain Program Pelatihan Santri Indigo, Telkom dan Republika juga telah mengadakan Program Pelatihan "Bagimu Guru Kupersembahkan" yang merupakan wujud csr Telkom dan Republika dalam dunia pendidikan,” paparnya.

Selamat Ginting juga menjelaskan, pendidikan di pesantren tidak kalah dengan lembaga umum pendidikan lainnya. “Sejumlah pendiri negeri ini juga berasal dari kalangan pesantren. Kegiatan ini juga diharapkan dapat menciptakan tokoh-tokoh pilar bangsa yang hadir dari pondok pesantren. Dalam era digital saat ini para santri diharapkan dapat berkontribusi dalam dunia maya sebagai sarana syiar islam,” tegasnya.

“Santri Indigo ini merupakan gagasan Telkom yang pada perkembangannya bekerjasama dengan Republika. Merasa sejalan dengan visi misinya sebagai satu-satunya koran komunitas Islam, Republika menyambut serius kegitaan ini,” papar Selamat Ginting. Ia berharap kegiatan pelatihan ini dapat menciptakan ahli di bidangnya.

Sementara itu Pimpinan Ponpes Attaqwa, KH. Nurul Anwar menilai kegiatan ini sebagai sebuah peluang dan kesempatan yang tidak boleh dilepaskan. Dalam sambutannya, KH. Nurul Anwar juga menjelaskan 3 faktor yang dapat membuat bangsa Indonesia maju. Di antaranya dengan mendorong dunia kampus, kedua mendorong kemajuan dunia pesantren sebagai penjaga moral dalam kehidupan masyarakat. Ketiga adalah dunia masjid. "Jika kita dapat mendorong ketiga unsur tersebut, Insya Allah umat Islam khususnya Indonesia akan eksis di dalam negeri maupun internasional," katanya.

Ia juga menambahkan, dalam era digital saat ini seharusnya generasi sekarang dapat lebih unggul dari ulama-ulama terdahulu. “Hal ini mengingat para ulama dahulu harus menempuh perjalanan selama tiga bulan dengan menaiki onta untuk mendapatkan hadist. Tapi kenyataannya untuk menyamai saja kita tidak bisa. Hal itu dikarenakan tidak adanya kemauan dari diri kita,” ujar KH. Nurul Anwar.

Sabtu, 29 Mei 2010

Pengaruh agama di dalam kehidupan

Disarikan dari Ceramah Ahad

yang disampaikan oleh:

Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A.

pada tanggal 23 November 2008

di Masjid Agung Sunda Kelapa – Jakarta

Transkriptor: Hanafi Mohan

Seorang pakar pendidikan dari Malaysia bernama Hasan Langgulung pernah mengatakan, bahwa dunia Islam dahulunya pernah mengalami kejayaan dan menjadi superpower selama kurang lebih 7 abad yang peninggalannya hingga saat ini masih bisa kita lihat. Islam dahulu pernah menguasai Spanyol selama 7 abad, dan masih banyak sisa-sisa arsitektur Islam di negara ini. Bahkan Spanyol pernah tercatat di dalam Guinness Book of Record sebagai negara yang paling tinggi kunjungan wisata antar negaranya. Hal ini dikarenakan adanya arsitektur dan bangunan yang Indah di negara ini, seperti di Seville, Granada, yang semuanya itu adalah karya-karya besar Umat Islam.

Islam juga pernah berkuasa di India, Sisilia, Italia, dan beberapa negara lainnya. Ketika itu Umat Islam maju dalam berbagai bidang: kedokteran, arsitektur astronomi, botani, farmakologi, dan seluruh cabang ilmu pengetahuan modern. Hal ini menurut Hasan Langgulung dikarenakan Umat Islam saat itu mengamalkan Asmaul Husna. Mengamalkannya bukan hanya sekedar dihafal dan dibaca, melainkan juga menghayati makna yang terkandung di dalamnya. Misalkan, Allah bersifat “Al-’Alim” (Maha Mengetahui), maka untuk menghayatinya kita juga berusaha untuk menjadi orang yang ‘alim, menjadi orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Allah juga bersifat “Al-Musawwir” (Maha Kreatif, Maha Inovatif, Maha Menghasilkan karya-karya besar), maka untuk menghayatinya kita juga semestinya menjadi orang yang kreatif.

Kita bersyukur kepada Allah, bahwa dalam kesempatan ini kita me-recharge (mengisi) kembali agar kita memiliki spirit dengan nilai-nilai, dengan sifat-sifat Allah, dan tentunya juga sesuai dengan praktek dan contoh yang diberikan oleh Rasulullah.

Allah berfirman:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Q.S. Ar-Ruum: 30)

Pada ayat ini, Allah dengan tegas menyatakan dalam kalimat perintah: Fa aqim wajhaka (Maka hadapkanlah wajahmu). Jadi, kata “aqim” merupakan fi’il ‘amr, yang bisa berarti mendirikan, membangun, mengkonstruksi, ataupun menciptakan sesuatu yang kuat.

Di sini kita mencermati, bahwa dalam beragama memang harus secara sungguh-sungguh, jangan setengah hati, dan juga harus total. Jika kita ingin mendirikan suatu bangunan yang kokoh, maka kita tidak boleh asal-asalan mendirikannya. Kita harus mengundang arsiteknya perencananya, ada tes tanahnya, lalu kemudian didesain konstruksi dengan situasi tanahnya, bahan materialnya, waktu pengerjaannya, pengalaman, dan lain sebagainya, sehingga bangunan tersebut menjadi kokoh.

Maka hadapkanlah wajahmu. Dari seluruh panca indera kita, pada tubuh ini terdiri dari berbagai macam organ, yang semua unsur fisik tersebut diwakili oleh wajah. Wajah juga mencerminkan berbagai macam perasaan kita: sedih, senang, murung, susah, dan perasaan-perasaan lainnya akan tercermin di wajah ini.

Ketika kita bertemu dengan orang lain, maka wajah pulalah yang kita tampakkan. Senyum yang kita berikan juga bisa mengalirkan energi. Rasulullah mengatakan, bahwa di antara sedekah yang murah-meriah adalah senyum. Dengan senyum yang terpancar dari wajah kita, maka akan ada komunikasi batin dan ada energi yang masuk ke orang yang kita ajak berkomunikasi. Lalu orang yang kita ajak berkomunikasi itu juga tersenyum membalas senyuman kita. Jika sudah sama-sama tersenyum, maka urusan selanjutnya akan lancar.

Jika di dalam ayat tersebut menyatakan untuk menghadapkan wajah, maka berarti dalam beragama bukan hanya wajah, melainkan semuanya harus ikut beragama. Mata kita ikut beragama, yaitu dengan cara jangan melihat yang diharamkan oleh Allah. Telinga kita juga ikut beragama, yaitu dengan cara tidak mendengarkan hal-hal yang bisa membawa bencana. Tangan kita beragama, yaitu dengan mengerjakan hal-hal yang baik-baik. Kaki kita beragama, yaitu dengan pergi ke tempat yang baik. Hati kita bergama, yaitu hanya kita peruntukkan kepada yang lurus-lurus di jalan Allah. Jadi, semua yang ada pada diri kita ini hadapkanlah kepada agama secara totalitas.

Di kalangan para ahli, ada kajian-kajian tingkatan beragama. Tingkatan tersebut, yaitu:

Pertama, fiqh

Yang mengatur tata cara beragama adalah fiqh. Karena itulah, para ulama sepakat menjadikan ilmu fiqh fardhu ‘ain untuk dituntut. Ilmu fiqh merupakan ilmul hal, yaitu ilmu yang selalu berkaitan dengan kehidupan keseharian kita. Mulai dari kita lahir hingga meninggal dunia, maka fiqh lah yang bekerja. Dengan ilmu fiqh, maka ada standard untuk kita melaksanakan berbagai macam amal ibadah. Kalau kita mau bekerja dengan rapi, maka harus ada SOP (Standard Operasional Prosedur). Dalam hal ini, fiqh merupakan SOP kita dalam melakukan berbagai macam amal ibadah. Semuanya bermula dari fiqh, dan karena itu fiqh tidak boleh kita tinggalkan.

Kedua, sufistik (tasawwuf)

Untuk bisa beragama secara holistik (menyeluruh), maka kita naik ke tingkat selanjutnya, yaitu tingkat sufistik (tasawwuf), yang disebut sebagai mystical approach (pendekatan sufistik). Ketika kita salat, ternyata Allah hadir di dalam diri kita. Kadang-kadang pikiran kita ke mana-mana ketika menunaikan ibadah salat. Kalau ketika salat kita ingat di pasar, maka berarti tasawwufnya belum ada. Pada saat seseorang salat, jika fiqh dilengkapi dengan tasawwuf, maka sebenarnya ada dialog di dalam salatnya itu. Di dalam setiap ayat dan bacaan-bacaan yang kita lafazkan ketika salat, itu sebenarnya ada sahut-sahutan dengan malaikat, namun kita tidak mendengar sahutan dari malaikat tersebut. Karena itulah, janganlah terlalu cepat ketika kita melafazkan bacaan-bacaan salat tersebut. Lafaz-lafaz ketika salat harus kita baca secara tertib. Maka dengan dimensi sufistik ini, maka sifat-sifat Allah akan mengalir, energi-energi tersebut akan mengalir di dalam diri dan kehidupan kita.

Sudah banyak kajian-kajian tentang kecerdasan emosional, dan itu sudah masuk ke dalam manajemen bisnis. Ada buku yang ditulis oleh seorang ahli di bidang komunikasi tentang kecerdasan emosional yang sering dirujuk oleh para komunikator. Ia mengatakan, kalau seseorang mempunyai kecerdasan emosional, maka ucapannya itu akan memiliki resonansi, akan memiliki vibrasi (getaran). Dari resonansi itu, ketika dia menyalurkan sifat kasih sayang, maka sifat kasih sayangnya itu menempel kepada orang tersebut. Ketika dia menyalurkan sifat sabar, maka sifat sabarnya itu menempel kepadanya. Ketika dia menyalurkan sifat ikhlas, maka sifat ikhlasnya itupun menempel kepadanya. Terjadinya komunikasi seperti ini, antara lain dengan pendekatan spiritual emosional. Ilmu tasawwuf mengatur kita dalam hal ini, sehingga kita mempunyai spirit, mempunyai jiwa.

Menurut suatu penelitian, seorang pimpinan yang memiliki kecerdasan emosional, maka akan menyebabkan karyawannya bekerja secara produktif. Hal ini dikarenakan karyawannya merasa ada aliran energi yang baik yang diisikan kepada mereka, yang kemudian menjadikan mereka bisa bekerja dengan penuh semangat dan gairah. Yang masuk ke dalam diri mereka adalah virus-virus yang disebut oleh David McClelland sebagai Need of Achievement, yaitu semangat untuk membangun. Karena itulah, dalam hal ini pemimpin menjadi sangat penting. Ketika virus yang dimasukkannya adalah virus negatif (virus yang buruk): seperti rasa benci, iri, dengki, hasud, maka orang yang dimasuki oleh virus tersebut akan error dan hang.

Ilmu yang mengatur hal seperti ini adalah aspek tasawwuf. Imam Al-Ghazali (dalam kitabnya Ihya Ulumuddin) mencoba memadukan antara fiqh dan tasawwuf. Beliau mengatakan, agar kehidupan ini bermakna, maka fiqh didampingi dengan tasawwuf. Seperti misalnya ketika beliau sedang berwudhu’, maka menurutnya, berwudhu’ itu bukan hanya sekedar mencuci tangan luarnya supaya bersih, tetapi ketika mencuci tangan harus ada dialog dengan tangan: “Hai tangan, apa yang kau perbuat hari ini? Apakah perbuatannya baik atau buruk?”

“Hai kaki, apa yang telah kau perbuat?”

Dijawab oleh kaki, “Saya sudah berbuat baik, yaitu membantu seorang tua renta untuk menyeberangi jalan.”

Ketika mencuci kepala, maka kita tanyakan, “Hai kepala, apa yang telah kau pikirkan hari ini?”

Ketika mencuci mulut, maka kitapun bertanya, “Hai mulut, apa yang telah kau ucapkan hari ini?”

Ketika mencuci telinga, kitapun menanyakan, “Hai telinga, apa yang kau dengar hari ini?”

Dengan melakukan semua ini, maka kita akan mendapatkan dua macam kebersihan. Jika pada fiqh adalah kebersihan lahir, yang disebut sebagai thaharah. Sedangkan pada tasawwuf adalah kebersihan batin, yang disebut sebagai tazkiyah.

Ketiga, ideologi

Tingkatan ini adalah tingkat program, yaitu pendekatan ideologis. Ideologis adalah pemikiran-pemikiran yang sudah matang, pemikiran-pemikiran yang sudah dikaji secara mendalam, lalu kemudian menjadi program, dan program ini harus dilaksanakan. Dalam kaitan ini, maka ketika selesai salat kita mengucapkan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” ke sebelah kanan dan kiri. Apakah artinya ini? Apakah hanya sekedar menolehkan kepala? Kalau hanya sekedar menolehkan kepala, robot juga bisa. Lantas, apakah sebenarnya makna dari salam ke kanan dan ke kiri tersebut? Maknanya adalah, bahwa ibadah salat yang sudah kita bangun, spirit yang sudah kita lakukan, itu semuanya harus menjadi program yang terwujud di dalam kehidupan, yaitu kita lihat keadaan di kiri kanan kita, keadaan di sekitar lingkungan kita.

Karena itulah, ibadah mahdhah (hablumminallah) itu harus diikuti dengan hablumminannas. Ketika kita menengok ke kanan dan ke kiri, maka kita melihat apakah masalah yang harus dihadapi di dalam masyarakat. Mungkin di sebelah rumah kita ada anak yatim yang perlu disantuni. Mungkin juga di sebelah kita ada orang yang sakit parah yang memerlukan pertolongan, ada orang yang sedang mengalami kesulitan, dan sebagainya, yang ini harus kita lihat dan kita bantu. Dalam konteks inilah masuk ke dalam program yang sifatnya aksi (gerakan). Ini merupakan bagian yang ketiga dari ajaran agama. Setelah kita mengamalkan aspek fiqhnya, aspek tasawwufnya, kemudian masuk kepada aspek sosial. Berkaitan dengan hal ini, para ahli sering melihat, bahwa terkadang masih ada kesenjangan antara aspek fiqh (ritual), aspek spiritual, dan aspek sosialnya. Padahal kalau kita teliti, ternyata seluruh ibadah di dalam Islam mempunyai dampak sosial.

Imam Ayatullah Khomaini pernah membandingkan, ternyata ayat yang berkaitan dengan ibadah sosial lebih banyak dibandingkan ayat yang berkaitan dengan ibadah mahdhah (ibadah individual).

Jika saudara-saudara kita sekarang sebagian sudah berada di Makkah Al-Mukarramah (sedang menunaikan ibadah haji), yang tidak lama lagi akan melaksanakan puncak ibadah haji, cobalah renungkan makna ibadah haji ini. Ternyata makna dari ibadah haji ini penuh dengan nilai-nilai sosial, semangat perjuangan.

Thawaf apakah hanya sekedar berputar-putar mengelilingi Ka’bah?

Ternyata makna dari thawaf adalah, bahwa hidup ini harus dengan perjuangan. Dan setiap perjuangan harus dimulai dengan menyerap nilai Allah. Karena itulah, thawaf dimulai dari ruknul yamani. Kita mulai dengan mengucapkan: “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,” lalu kitapun mengelilingi Ka’bah. Jadi, perjuangan itu dimulai dari niat semata-mata karena Allah. Terus mengelilingi, kemudian ketika sampai lagi di ruknul yamani, kita mengucapkan lagi “Allahu akbar“.

Kemudian kita melakukan sa’i.

Sa’i juga memiliki makna perjuangan, yaitu jalan-jalan kecil, lari-lari kecil. Di dalam sejarahnya, sa’i adalah memperjuangan keselamatan manusia, yaitu Ismail (puteranya Nabi Ibrahim, yang kemudian setelah dewasa juga diutus menjadi nabi). Ismail yang ketika itu masih bayi dan ibunya (Siti Hajar) ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim di tengah padang pasir yang tandus.

Pada waktu itu Nabi Ibrahim berdoa (seperti termaktub di dalam Alquran):

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali“. (Q.S. Al-Baqarah: 126)

Itulah yang ditinggalkan dan dipesankan oleh Nabi Ibrahim ketika meninggalkan Siti Hajar dengan putranya yang masih kecil (Ismail).

Jadi dalam sejarahnya, sa’i merupakan perjuangan menyelamatkan bayi, menyelamatkan manusia. Di dalam perjuangan itu, dimulai dari Bukit Shafa. “shafa” artinya bersih, niat semata-mata karena Allah. “marwa” artinya berkembang. Ada perjuangan, kemudian kemanusiaan.

Begitu juga ketika wukuf di Padang Arafah. “arafah” artinya mengenal, yaitu mengenal secara mendalam. Mengenal, melihat, mengetahui, bukan dengan panca indera, melainkan dengan hati nurani. Maka orang yang wukuf di Padang Arafah, ia akan semakin arif dan bijaksana. Dia mengetahui, bahwa betapa dirinya di hadapan Allah sangat faqir.

Maka digambarkan pada waktu itu manusia tidak boleh membawa apa-apa: pangkat, harta, kedudukan, semuanya ditinggalkan, kemudian hanya mengenakan pakaian putih. Mengapa demikian? Mengapa orang yang berhaji itu harus meninggalkan semua pakaian kebesarannya? Hal ini agar jangan sampai mengganggu hubungan manusia dengan Allah. Hubungan manusia dengan Allah kadang-kadang terganggu oleh berbagai macam faktor: kadang-kadang terganggu oleh pakaian. Jika kita memakai jas, berdasi, dan mentereng, rasanya lain dibandingkan orang yang hanya mengenakan pakaian yang biasa saja, seakan-akan orang yang berpakaian biasa saja itu tidak bonafit. Kalau kita mengenakan pakaian yang indah-indah, maka rasanya kita ini yang paling tampan sedunia. Begitu juga kalau mengenakan pakaian jenderal (militer), seakan-akan kita ini begitu gagah dan sangat berkuasa.

Jadi, pakaian yang kita kenakan itu memberikan dampak psikologis, memberikan pengaruh kejiwaan kepada orang yang memakainya. Maka dalam pelaksanaan ibadah haji, lepaskan semua pakaian itu, supaya hubungan dengan Allah tidak terganggu. Dengan begitu, maka dia menjadi orang yang arif.

Allah berfirman:

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Q.S. Al-Baqarah: 197)

Seperti yang termaktub pada ayat di atas, bahwa selain dilarang berbuat “rafats” (berkata yang menimbulkan hal-hal yang bisa membangunkan syahwat), juga dilarang untuk fusuq (melakukan pelanggaran), dan jidaala (bertengkar/berbantah-bantahan). Fusuq berarti orang yang tahu hukum tetapi melanggar. Jangan bertengkar berarti masuk ke masalah sosial, supaya bisa membangun komunikasi yang baik.

Dari cuplikan ayat di atas, betapa kita lihat, bahwa ajaran Islam itu terkait dengan masalah sosial. Pada ayat-ayat yang lain (berkaitan dengan ibadah haji) juga ditegaskan, bahwa dilarang membunuh binatang dan memotong tanaman (lihat Al-Maidah ayat 1, 2, 95). Bahkan di akhirat nanti, seperti yang termaktub pada sebuah hadis qudsi disebutkan:

Suatu ketika, Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Wahai para sahabat, tahukah kamu, siapakah di akhirat nanti yang menjadi orang yang bangkrut?”

Dijawab oleh para sahabat, “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak mempunyai dinar (uang emas) dan dirham (uang perak).”

Kata Rasulullah, “Bukanlah itu, melainkan orang yang bangkrut itu adalah orang yang datang menghadap Allah dengan membawa pahala salat, pahala zakat, pahala puasa, pahala haji, dan pahala lainnya. Tapi datang malaikat melaporkan: Ya Allah, orang ini memang betul pahala ibadahnya banyak, tetapi orang ini pernah mencaci maki, orang ini pernah menyakiti hati orang lain di depan umum, orang ini pernah menuduh tanpa bukti, orang ini pernah memukul orang lain, orang ini pernah mencuri, orang ini pernah menumpahkan darah. Akhirnya orang tersebut tidak jadi masuk ke surga, ia ditahan.”

Seperti apakah ditahannya? Pahala kebaikan dari salat, zakat, puasa, haji, dan pahala-pahala lainnya dibagi-bagikan kepada orang yang pernah disakitinya, sampai habis pahala yang dimilikinya. Setelah habis pahala kebaikan ibadahnya itu, tinggallah keburukan orang-orang yang dizaliminya yang kemudian ditimpakan kepadanya. Maka kemudian dia dilemparkan ke dalam api neraka.

Ibadah yang kita lakukan itu harus berdimensi sosial. Kalau dikaitkan lebih jauh lagi, ternyata masalah sosial itu menjadi prioritas. Misalkan jika kita puasa, yang puasa tersebut kita laksanakan sambil melakukan perjalanan. Perjalanan itu bisa meletihkan. Alquran menyatakan, bahwa kita yang berada di dalam perjalanan diperbolehkan untuk berbuka. Atau juga ketika kita dalam keadaan sakit, yang menurut penelitian para dokter, bahwa jika puasanya diteruskan, maka sakitnya akan bertambah parah. Karena itulah, menurut yang termaktub di Alquran, kita diperbolehkan berbuka jika dalam keadaan sakit. Ini artinya, bahwa ibadah di dalam Islam pun memperhatikan keselamatan manusia.

Dimensi sosial inilah yang kita inginkan, yang bermula dari aspek fiqh, aspek tasawwuf, yang kemudian meningkat kepada aspek sosial. Dari sini kemudian naik tingkat lagi ke tingkat ke empat, yaitu pendekatan logikal, kita perkuat argumentasi kita. Kita perkaya keagamaan kita dengan berbagai bahan bacaan, sehingga keberagamaan kita itu menjadi kokoh.

Menurut beberapa buku, akhir-akhir ini menunjukkan keadaan, yaitu orang-orang semakin percaya bahwa ajaran Islam memang ajaran yang terkemuka, ajaran Islam yang bisa memecahkan problem.

Sekarang ini sedang terjadi krisis ekonomi global. Sudah banyak yang stress, ada juga yang bunuh diri, juga ada yang menjadi orang gila. Pengaruhnya ternyata sudah sampai ke Indonesia, antara lain harga hasil pertanian dan perkebunan anjlok, sehingga para petaninya banyak yang stress. Menurut informasi dari media massa, bahwa akan terjadi PHK lebih dari 12 ribu orang.

Dalam keadaan seperti ini, maka agama yang harus menjadi pegangan, karena agama memberikan pedoman bagi manusia dalam seluruh keadaan. Antara lain kini semakin diyakini, bahwa Sistem Ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang paling kuat. Menurut Islam, mata uang itu adalah emas dan perak. Karena mata uang yang paling kuat adalah mata uang emas, yang ternyata hampir tak terkena goncangan.

Menurut ajaran Islam, juga dilarang untuk melakukan monopoli. Islam sudah menawarkan satu prinsip ekonomi yang balance (seimbang). Di dalam Islam dipersilakan untuk kaya. Tetapi bersamaan dengan kekayaan, dia bersedekah, dia berinfak, dia berzakat, dan dia berwakaf. Maka ketika dia makmur, yang lain pun juga ikut makmur. Namun, orang yang diberi zakat dan infak pun jangan ketergantungan terus-menerus. Sebaiknya, ketika diberi zakat, maka harus ada perubahan ke depannya. Jika tahun ini dia diberi zakat, maka tahun yang akan datang dialah yang memberi zakat.

Di dalam krisis ini, mental spiritual Islam sudah memberikan petunjuk, dan itu cukup banyak. Antara lain, misalnya ketika orang menghadapi keadaan pailit (bangkrut), keadaan kekurangan, maka Islam memberikan tuntunan untuk bersabar. Di dalam psikologi modern, sabar diartikan sebagai regresi, yaitu menurunkan kadar ambisi kita. Rasulullah pernah mengatakan (dan juga di dalam ajaran agama lain), bahwa sebab manusia stress itu karena terlalu tinggi obsesinya. Dengan bersikap sabar, maka jika dia menginginkan 100, maka kemudian kadarnya diturunkan menjadi 60. Selain sabar, yaitu sabar untuk menerima kenyataan dari standar 100 diturunkan menjadi 60, juga pada saat yang bersamaan dia juga bersyukur kepada Allah.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. (Q.S. Ibraahim: 7)

Dengan bersyukur, sekecil apapun yang didapatkan, maka di hadapan orang yang bersyukur menjadi bermakna. Tetapi bagi orang yang tidak pernah bersyukur, maka berapapun menjadi tidak ada artinya. Misalkan dia mendapatkan untung sejuta, lalu dia berkata, “Ya…, hanya sejuta. Kemarin untungnya 3 juta.” Besoknya lagi dia mendapat 700 ribu, lalu dia berkata, “Ya…, cuma 700 ribu. Kemarin untungnya sejuta.” Sehingga tak pernah ada habisnya ia mengeluh.

Bagi orang yang bersyukur, ketika ia berada dalam keadaan yang sulit, maka ia akan bertawakkal kepada Allah.

Agama sudah memberikan petunjuk-petunjuk yang lengkap untuk menghadapi semua ini. Maka pada Q.S. Ar-Ruum ayat 30 dikatakan: fa aqim wajhaka. Ternyata kalimat ini luas sekali artinya, baik itu dimensi fiqh, tasawwuf, sosial, ideologi, dan dimensi kognitifnya.

Fa aqim wajhaka liddiini. Menurut para ahli ilmu nahwu, kata “ad-diin” di sini bentuknya ma’rifat. Di dalam Ilmu Nahwu, ada nakirah dan ada ma’rifat. Jika nakirah adalah umum, misalkan kata “diinun“, maka ma’rifat adalah khusus, misalkan kata “ad-diin“. Dalam hal ini, agama yang dimaksud adalah agama yang diturunkan oleh Allah, bukan agama yang dihasilkan dari seminar, bukan pula agama hasil penelitian, tetapi agama yang “that is the revelation from God in The Holy Quran“, yaitu agama yang diwahyukan oleh Tuhan di dalam kitab suci Alquran.

Mengenai orisinalitas Alquran, maka hal ini sudah terbukti. Hal ini sudah bisa dibuktikan, misalkan melalui pendekatan sejarah. Bahwa Alquran ditulis pada zaman Rasulullah masih hidup, dan beliau yang langsung mengedit Alquran tersebut, yang ini menurut istilah pada Ilmu Ulumul Qur’an disebut tauqif (penetapan Rasulullah). Jadi, ketika turun ayat Alquran, maka Rasulullah langsung memerintahkan para sahabat ketika itu untuk menyusun urutan surah dan ayat Alquran seperti yang bisa kita baca hingga saat ini (kini mungkin seperti menyusun dan menyimpan berkas-berkas di dalam file-file).

Di samping itu, penyusunan Alquran ini juga dibantu oleh para penghafal Alquran ketika itu. Jadi, kalau ada lembaran-lembaran Alquran itu yang hilang, maka masih ada back-upnya (sesuai dengan yang dihafal oleh para penghafal). Dan memang pada masa itu, tradisi di Arab adalah tradisi menghafal, sedangkan tradisi baca-tulis mungkin tidak ada, dan kalaupun ada, maka tidak sepenting tradisi menghafal. Oleh karena itulah, tradisi menghafal tersebut hingga saat ini masih ada di Arab. Menghafal Alquran bahkan menjadi persyaratan untuk masuk ke perguruan tinggi. Setelah seseorang masuk ke perguruan tinggi, barulah orang tersebut bertahassus dia mau menjadi apa. Misalkan mau menjadi dokter, silakan, tetapi dokter yang hapal Alquran. Mau menjadi ahli pertanian, silakan, tetapi ahli pertanian yang hapal Alquran. Mau menjadi insinyur, silakan, tetapi insinyur yang hapal Alquran. Mau menjadi tentara, silakan, tetapi tentara yang hapal Alquran. Sehingga agama itu betul-betul menjiwai seluruh aspek kehidupan.

Ada masa yang disebut sebagai Golden Age (Masa Emas). Masa ini pada setiap anak yaitu dari berumur 4 hingga 12 tahun (masa anak ketika TK hingga lulus SD). Inilah masa keemasan, di mana memori anak dengan mudah bisa menghapal. Menurut Ilmu Neurologi (ilmu tentang syaraf), bahwa pada otak manusia itu ada 200 milyar sel otaknya. Pertumbuhannya mulai dari dalam rahim (ketika terjadi ‘alaq). Pembentukan sel tersebut dalam setiap detik sekitar 25 ribu sel yang berkembang, hingga terus berkembang sekitar 200 milyar sel otak manusia tersebut. Sel-sel ini ada Golden Age-nya, di mana ada masa memorizing.

Suatu saat saya berkunjung ke Iran (tepatnya di Kota Teheran). Di sana saya menemukan 200 anak di bawah umur 10 tahun yang sudah hapal Alquran. Anak-anak ini juga pernah dites di London. Kecepatan mereka untuk mencari ayat Alquran dibandingkan dengan kecepatan komputer, ternyata anak-anak ini lebih cepat dibandingkan komputer.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Ternyata sistem komputer belum bisa menyaingi otak manusia. Diprediksi, bahwa baru pada tahun 2030 akan ada komputer yang servernya itu bisa menyimpan seperti halnya sel otak manusia. Tapi, sepertinya saya tak terlalu yakin akan prediksi ini. Otak manusia yang diciptakan oleh Allah memorizingnya begitu kuat.

Di sinilah kemudian kepada agama, di mana Alquran berpedoman kepada Ad-Diin, kemudian diperkuat oleh Hadis Rasulullah, kemudian diperkuat lagi oleh keterangan para ulama, seperti yang termaktub pada Alquran:

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisaa: 59)

Menurut Imam Al-Maraghi dalam Kitabnya Tafsir Al-Maraghi, bahwa Ulil Amri itu ada dua macam: Al-Amru fiddiin (yaitu ulama) dan Al-Amru fiddaulah atau Al-Amru fiddunya (yaitu umara’). Jadi menurut Imam Al-Maraghi, bahwa ulama dan umara’ itu sama-sama ulil amri. Maka berdasarkan ayat ini, bahwa kawin di bawah tangan itu sebenarnya tidak sah, karena tidak mentaati ulil amri. Apalagi dalam hal ini kaidahnya adalah maslahatul mursalah (kemaslahatan umat).

Liddiini haniifa (beragama itu dengan tulus). Metode beragama memang berbeda dengan metode yang lainnya. Misalkan di dalam metode ilmu pengetahuan, bahwa sebelum kita menerima dan mempercayai sesuatu, maka kita skeptis dahulu terhadap hal tersebut. Kita harus ragu dan memverifikasi dahulu hal tersebut. Setelah teruji benar, barulah kita menerima dan mempercayai hal tersebut. Tetapi agama tidak boleh begitu. Agama diterima dahulu, karena agama adalah dari Allah yang sudah pasti benar. Kita meyakini bahwa agama adalah dari Allah dan sudah pasti benar.


Makanan yang dimakan pertama kali oleh ahli surga

Suatu ketika Nabi Muhammad saw. ditanya tentang makanan yang pertama kali dimakan oleh ahli surga. Beliau menjawab, “tambahan hati ikan”. Lalu ditanya lagi “Apa makanan yang selanjutnya ya Rosululloh?”. Beliau menjawab. “sapi surga yang memakan tepian surga”. Lalu ditanya lagi. “apa minuman mereka setelah memakan sapi tersebut?”. Beliau menjawab. “mata air di surga yang disebut Salsabil”. (HR Muslim)